Menguak Rahasia Besar dibalik Aksi Terorisme, Radikalisme dan Intoleransi di Indonesia

     Terlahir di Indonesia patutnya dapat membuat siapa saja bangga dan bersyukur, karena telah menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Tanah air yang kaya bukan hanya karena sumber daya alamnya yang melimpah, tetapi juga karena keberagaman suku, bahasa, dan budayanya. Keberagaman yang hakikatnya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa bukan buatan manusia, seharusnya dapat menyadarkan manusia bahwa keragaman merupakan anugerah yang harus senantiasa dijaga dengan rasa persatuan dan kesatuan antar sesama anak bangsa. Namun, akhir-akhir ini Indonesia tengah diresahkan dengan aksi terorisme, aliran radikal, dan beberapa isu intoleransi yang dapat menimbulkan konflik horizontal lainnya. Sehingga yang menjadi pertanyaan besar bagi sebagian orang, sebenarnya apa tujuan dari aksi terorisme, radikalisme dan intoleransi di Indonesia? lalu apa keuntungan yang didapatkan setelahnya?.
     Menelisik dari sudut pandang sejarah Indonesia ternyata mempunyai rekam jejak sejarah yang kelam mengenai gerakan radikalisme. Gerakan radikalisme di Indonesia muncul pada saat Indonesia telah resmi merdeka, gerakan yang dimaksud adalah DI/TII (Darul islam/Tentara Islam Indonesia) dan NII (Negara Islam Indonesia) yang dimulai pada tahun 1949 dan berakhir pada tahun 1960 ketika semua pemimpin gerakan ini terbunuh. Meskipun demikian gerakan radikalisme belum sepenuhnya lenyap dari Indonesia, karena buah dari ajaran radikal yang mengajarkan kebencian akan melahirkan masalah baru, yaitu munculnya beberapa aksi terorisme di Indonesia. Dimulai pada awal tahun 1970-an hingga sekarang,  contoh kasusnya seperti komando jihad Ali Imron pada kasus bom Bali, teror bom di tiga geraja Surabaya, teror bom di gereja Oikumene Samarinda dan berbagai aksi teror lainnya.
     Beberapa gerakan radikalisme dan terorisme yang pernah terjadi di Indonesia bukan hanya merugikan agama islam saja karena dianggap sebagai agama yang menakutkan, akan tetapi juga merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sebab dampak yang timbul dari aksi terorisme selain menimbulkan korban jiwa dan rasa trauma yang mendalam pada korban yang masih hidup, juga dapat mengganggu stabilitas pertahanan dan keamanan negara. Menurut undang-undang RI No 34 tahun 2004 Indonesia menganut sistem Hankamrata yaitu sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa Indonesia.  Menganut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta artinya Indonesia menempatkan rakyat pada komponen cadangan utama dan komponen pendukung yang berfungsi untuk memperkuat komponen utama (TNI dan POLRI).
     Melihat rekam jejak sejarah bangsa Indonesia yang dapat mengusir penjajah dengan senjata yang apa adanya dan total populasi penduduk Indonesia yang besar, bahkan menjadi negara terpadat nomor empat di dunia, tentunya membuat negara manapun yang ingin menyerang Indonesia dari luar akan berpikir berkali-kali. Ibarat pencuri yang ingin mencuri di sebuah rumah yang memiliki pagar yang kokoh, maka hal yang dirusak pertama kali adalah pagar rumahnya. Begitu pula dengan Indonesia  rumah bagi semua anak bangsa yang memiliki pagar yang kokoh yaitu pancasila, yang dapat menjaga kerukunan bangsa Indonesia meskipun hidup dalam segala perbedaan yang ada. Hingga kemudian, Aksi terorisme muncul dan berpotensi dapat merusak Indonesia dari dalam. Sebab meskipun akar sejarah dari gerakan terorisme dan radikalisme ini berasal dari islam, namun konsep jihad yang mereka yakini sangat berbeda dengan konsep jihad dalam agama islam itu sendiri. Dalam agama islam perintah wajib berperang hanya apabila keadaan negara dalam bahaya bukan pada saat negara dalam kondisi kondusif seperti sekarang. Selain itu memaksakan suatu agama kepada seluruh rakyat Indonesia tentu saja dapat menimbulkan sikap intoleransi yang tentunya sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur pancasila yang mampu menaungi seluruh perbedaan agama.
     Dengan demikian tugas kita sebagai warga negara yang baik seharusnya dapat belajar dari sejarah kelam Indonesia tentang pemberontakan yang dilakukan DI/TII dan NII serta beberapa aksi terorisme yang menjatuhkan banyak korban jiwa, dengan aksi bela negara sesuai dengan profesi masing-masing dan dengan menjaga kerukunan antar sesama anak bangsa bukannya malah mudah terprovokasi pada narasi-narasi basi yang penuh kontroversi, karena jika terjadi perpecahan di Indonesia yang mendapatkan keuntungan tentunya bukan bangsa Indonesia itu sendiri, akan tetapi bagi bangsa lain yang ingin mengambil keuntungan dari Indonesia. Selain itu apabila kita bersatu maka kita dapat menjadi negara yang kuat sehingga tidak akan ada yang berani mengancam keutuhan NKRI, serta sebaiknya kita juga tidak boleh merasa paling superior dan inferior dari yang lain karena semua sama, kita Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak pertama itu bukan Superman

Tentang menjadi bodo amat

Semoga semua berakhir di aku yaa